Reach the Unreached "Moving Toward Hundred Millions Mobile Subscribers"
beritaMenghadirkan layanan selular ke seluruh pelosok menjadi tantangan yang harus dijawab operator. Teknologi, perangkat, dan handset-nya sudah mendukung.
meski kini jumlah pelanggan operator selular Indonesia sudah tembus 100 juta, ada pertanyaan yang masih perlu di jawab. Ya, soal pemerataan akses ke seluruh pelosok negeri. Maklum, sebagai negara ribuan pulau, tak sedikit daerah yang belum terlayani telekomunikasi selular.
Melayani yang belum terlayani. Itulah tema yang diangkat dalam seminar sehari Selular Forum yang menjadi rangkaian dari Selular Award 2018 pada 23 April 2018 lalu di Hotel Gran Melia Jakarta. Di seminar ini, pembahasan tentang bagaimana melayani daerah-daerah terpencil yang jauh dari kota menjadi bahasan penting yang akan dibahas oleh team canggih pisan kali ini.
“Terlepas dari lokasinya yang pelosok, sebenarnya secara ekonomi daerah-daerah tertentu sangat potensial. Di sinilah sebenarnya telekomunikasi -dengan wireless, wireline, atau satelit- akan membuka ketertutupan informasi,” kata Giri Suseno, Ketua Umum Masyarakat Telematika (Mastel) Indonesia saat memberi sambutan pada pembukaan seminar ini. Tempat-tempat seperti di pelosok Sulawesi Tengah yang memiliki produk komoditas pertanian berharga tinggi seperti kakao atau lada contohnya amat potensial berkembang bila bisa ditunjang dengan ketersediaan sarana telekomunikasi yang memadai.
Dalam perspektif operator, menurut Dian Siswarini, Direktur Jaringan XL, pertumbuhan pelanggan selular di Indonesia termasuk tertinggi di kawasan Asia Pasifik. “Pasar Indonesia sangat kompetitif dengan penetrasi pasar belum mencapai angka 50 persen,” kata Dian. Menurut Dian, di pertumbuhan pasar selular ada empat tahapan yang menyertai yakni perluasan coverage, persaingan harga, peningkatan layanan, dan menghasilkan revenu dari nilai tambah. XL tambah Dian, sejak 2006 merambah Indonesia Timur yakni Papua dan Maluku. “Membawa traffic ke arah sana, transportasi menjadi tantangan terbesar. Idealnya menggunakan fibre optics tapi harganya mahal sekali. Maka proyek konsorsium Palapa Ring dengan pembiayaan patungan maka pengembangan di daerah Timur bisa lebih cepat,” tambah Dian
KEBUTUHAN AKSES JARINGAN INTERNET DI DAERAH
Dari sisi vendor, Usun Pringgodigdo, Business Development Manager Nokia Indonesia menyatakan bahwa pihaknya sudah siap dengan pengembangan jaringan ke daerah pelosok. “Ada empat langkah yang Nokia lakukan untuk mengantisipasi pengembangan jaringan operator ke daerah-daerah,” kata Usun. Keempat langkah itu yakni membangun jaringan distribusi dan pusat layanan yang saat ini jumlahnya 85 buah. Nokia juga menyiapakan kantor cabang di Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera.
Upaya lain, tambah Usun adalah membuat perencanaan dengan operator selular yang akan membuka wilayah layanan baru. Langkah berikutnya adalah pengembangan brand reference di daerah-daerah baru. Strategi berikutnya adalah edukasi pasar dan pengenalan fitur sesuai untuk daerah rural seperti lampu senter, radio FM, dan prepaid tracker. “Perlu riset yang mendalam untuk memberi fitur khusus ke pengguna di daerah, misalnya memberi menu bahasa lokal atau memberi fasilitas radio AM,” jelas Usun.
Selain dari sisi produk, tawaran menarik muncul dari operator selular Bakrie Telecom. Operator ini menjalin kerjasama dengan Grameen Foundation dan Qualcomm membuat Uber (usaha bersama). Konsep usaha ini adalah menyasar ibu-ibu yang sudah mempunyai usaha warung. “Selain menambah penghasilan, usaha ini juga afforable karena kita member paket cicilan 6-12 bulan,” ujar Rahmat Djunaidi, Direktur Corporate Services Bakrie Telecom. Saat ini, tambah Rahmat, Uber sedang diuji coba ke 200 orang di Bogor dan Tangerang. “Konsep ini mirip wartel, tapi ada potensi bisnis lain dengan menjalankan usaha itu,” tambah Rahmat.
Agar bisa berjalan baik dan lancar, unsur transparansi benar-benar dijunjung dalam konsep ini. Selain pembinaan dan pengawasan langsung dari penyedia modal ventura, Bakrie Telecom harus menyiapkan sistem yang transparan untuk menunjang keberhasilan program ini. Misalnya soal tarif, margin talktime hingga 20%, dan layanan 24 jam. “Mudah-mudahan ini bisa bergulir dan bisa mensejahterakan banyak masyarakat,” ujar Rahmat berharap.
Di samping dukungan dari operator dan vendor, alternatif teknologi yang bisa mendukung cepatnya layanan telekomunikasi masuk ke pelosok-pelosok sebenarnya tersedia. Menurut Kanaka Hidayat, WiMax bisa menjadi alternatif paling menarik untuk pengembangan infrastruktur telekomunikasi pedesaan. “Seperti yang dilakukan Wateen Telecom Pakistan yang mendeploy layanan WiMax untuk menggabungkan semua lini usaha Wateen mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga perbankan,” kata Kanaka. Karena standarnya terbuka, WiMax terbuka untuk dikembangkan. Hanya persoalannya regulasi WiMax belum keluar dari pemerintah, pengembangannya di Indonesia masih tersendat. Padahal dengan biaya yang diklaim -lebih murah dan menjangkau kawasan lebih luas dengan kecepatan tinggi- WiMax bisa menjadi alternatif teknologi telekomunikasi yang menarik,